Akibat dari semakin bertambahnya
tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula
buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan yang ditimbulkan dari
aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah domestik atau
sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kuantitas
maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya.
Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak terlepas dari
isu lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga menghasilkan
limbah. Dan bila limbah industri ini dibuang langsung ke lingkungan akan
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah adalah
buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik
(rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah),
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis.Jenis limbah pada dasarnya
memiliki dua bentuk yang umum yaitu; padat dan cair, dengan tiga prinsip
pengolahan dasar teknologi pengolahan limbah;
Limbah dihasilkan pada umumnya akibat
dari sebuah proses produksi yang keluar dalam bentuk %scrapt atau bahan
baku yang memang sudah bisa terpakai. Dalam sebuah hukum ekologi
menyatakan bahwa semua yang ada di dunia ini tidak ada yang gratis.
Artinya alam sendiri mengeluarkan limbah akan tetapi limbah tersebut
selalu dan akan dimanfaatkan oleh makhluk yang lain. Prinsip ini dikenal
dengan prinsip Ekosistem (ekologi sistem) dimana makhluk hidup yang ada
di dalam sebuah rantai pasok makanan akan menerima limbah sebagai bahan
baku yang baru.
Limbah Plastik
Nama plastik mewakili
ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis
besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni
plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset.
Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses
menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah
mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum
digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan
perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS
tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor
Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7
ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam
kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut
diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai
konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut
Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh
setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di
Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik
setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan
sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk,
tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat
berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan.
(YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik
buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi
lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan
secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan
kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh
karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat
ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan
batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan
di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar,
kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali
(reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara
tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang
percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika
kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna
(recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga
kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90
kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah
penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125
juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika
kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan
hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun
fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika
membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di
supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung
plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya
tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket.
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode
Recycle (Daur Ulang)
Pemanfaatan limbah
plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan
dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi
ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat
dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle).
Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga
umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda,
misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau
ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan
adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali
terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah
plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara
umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses
oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu
sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen,
tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk
mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses
melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan
penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang
menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan
negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang
dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di
Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak
perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi.
Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di
Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik
daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah
berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat
diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan
pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan
kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah
plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High
Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik
daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula
dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang
sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980
an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk
membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di
Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk
pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat
dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan
plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih
terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan
komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan
sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu
dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya.
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai
substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah
dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang
dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur
ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003)
dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang.
Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer
termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh
rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih
kurang 200°C)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar