Emisi karbon dioksida global dari
pembakaran bahan bakar fosil telah meningkat 49% dalam dua dekade
terakhir, berdasarkan gambaran yang diberikan oleh tim internasional,
termasuk para peneliti di Tyndall Centre untuk Penelitian
Perubahan Iklim, Universitas East Anglia.
Dipublikasikan pada 4 Desember di Jurnal
Nature Climate Change, analisis baru oleh Global Carbon
Project menunjukan emisi bahan bakar fosil meningkat 5,9% di tahun
2010 dan 49% sejak 1990 (Protokol Kyoto).
Rata-rata emisi bahan bakar fosil telah
meningkat 3,1% setiap tahun di tahun 2000 – 2010 (3 kali tingkat
peningkatan emisi di tahun 1990an).
Emisi total yang mengkombinasikan
pembakaran bahan bakar fosil, produksi semen, deforestasi, dan emisi
penggunaan lahan lainnya (mencapai 10 milyar ton di tahun 2010 untuk
pertama kali). Setengah dari emisi tersisa di atmosfer, di mana
konsentrasi karbon dioksida mencapai 389,6 bagian per juta. Sisa emisi
tersebut diambil oleh samudra dan waduk.
Pantulan dari krisis keuangan global
tahun 2008 – 2009 ketika emisi berkurang sementara, tahun lalu
pertumbuhan tinggi disebabkan oleh ekonomi negara naju dan berkembang.
Negara-negara kaya melanjutkan outsource bagian emisi mereka ke
negara berkembang melalui perdagangan internasional.
Kontribusi terhadap pertumbuhan emisi
global di 2010 yang terbesar adalah Cina, USA, india, Rusia, dan Uni
Eropa. Emisi dari produksi perdagangan barang dan jasa di negara
berkembang namun dikonsumsi negara-negara Barat meningkat dari 2,5% dari
pangsa negara-negara kaya pada tahun 1990 menjadi 16% pada tahun 2010.
Di Inggris, emisi karbon dioksida bahan
bakar fosil tumbuh 3,8% pada 2010, namun di bawah 14% tahun 1990.
Bagaimanapun, emisi dari petumbuhan perdagangan barang dan jasa dari 5%
emisi yang diproduksi secara lokal pada tahun 1990 menjadi 46% pada
tahun 2010—kompensasi berlebih pengurangan emisi lokal. Emisi di Inggris
di atas 20% tahun 1990 ketika emisi perdangan diperhitungkan.
“Emisi karbon dioksida global sejak
tahun 2000 adalah pelacakan akhir yang tinggi proyeksi yang digunakan
oleh Panel antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim, yang jauh melebihi
dua derajat pemanasan tahun 2100,” menurut co-author Prof Corinne
Le Quéré, director of the Tyndall Centre for Climate Change Research and
professor at the University of East Anglia. “Namun pemerintah
telah berjanji untuk tetap menjaga pemanasan di bawah dua derajat untuk
menghindari aspek paling berbahaya dari perubahan iklim seperti stres
air meluas dan kenaikan permukaan laut, dan peningkatan kejadian iklim
ekstrim,”
Lead author Dr. Glen Peters, of
the Centre for International Climate and Environment Research in Norway
mengatakan “Banyak melihat krisis keuangan global sebagai
kesempatan untuk memindahkan ekonomi global jauh dari pertumbuhan emisi
yang tinggi dan persisten, namun mengembalikan pertumbuhan emisi pada
2010 menunjukan peluang tersebut tidak dimanfaatkan,”
Sumber: sciencedaily.com
Sumber foto:
industri17irfan.blog.mercubuana.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar